" Aku seperti daun kering yang menunggumu…"
" Harusnya Kamu menyambutku dengan senyuman dibibirmu, bukan dengan air mata"
"Aku berjanji… Aku akan menjaga semua kebahagiaan yang telah Kamu berikan kepadaku"
" Jangan bilang kau datang kemari hanya untuk satu tarikan nafas saja?"
Burung yang berkicau
Dikala embun pagi masih menyelimuti tiap dinding-dinding kaca
Terbayang sesosok insan
Yang ingin terbang menembus cakrawala dunia
Mengepakkan sayap-sayap yang semula membeku dalam hanyutan dinginnya malam
Terbitlah sang surya yang menyemai benih indahnya bunga yang bermekaran
Menghangatkan tapak langkah anak cucunya Adam
Dalam pencarian nafkah bagi sang keluarga
Rezki yang halal untuk jiwa yang fitrah
Hari
ini,,, saya merasakan sesuatu yang membuncah di dada. Entah apa namanya… begitu
rumit. Tapi saya sadar bahwa terkadang rasa itu tidak selamanya bisa
terwakilkan dengan kata. Jadi biarlah,,, tetap menjadi rasa di dada. Tanpa
terucap di bibir.
Tentang
rasa itu. Semakin lebat saat disela-sela menyelesaikan pekerjaan, saya mencoba
menonton “Kehormatan di Balik Kerudung”. Film ini saya dapatkan dari teman
pelatihan operator tiga hari yang lalu di LPMP. Tapi baru sekarang
berkesempatan menontonnya. Film karya Tya Subiakto Satrio ini diadaptasi dari
Novel Karya Ma’mun Affany.
Tetapi
sejujurnya saya tidak menontonnya sampai tuntas. Hanya pembukaannya saja. entah
kenapa,,, saya kalah dengan perasaan sendiri. Ah,,, terlalu sentimentil
mungkin. Tetapi memang demikianlah adanya. Awal saya melihat Syahdu (Donita)
dalam Film itu biasa saja. tetapi kemudian tiba-tiba hati saya bergetar
mengikuti dialog-dialog manis saat Syahdu bertemu seseorang (Andika Pratama) yang
enggan menyebutkan nama. Percakapan yang singkat dan manis itu menggoda saya
untuk menulis catatan ini. karena sungguh, saya menyukainya.
“Mbak
cantik yah,, saya foto boleh nggak,,, saya wartawan lo.. nanti biar saya masukin
ke majalah saya.” Mendengar itu, syahdu terlihat gugup. Lalu berpaling ke arah lain
sambil menutupi sebagian wajah dengan kerudungnya. Sedangkan sang pemuda hanya
tersenyum sambil bilang “fine”.
“Mbak
kenapa terlihat tegang. Apa saya aneh? Anggap saja saya ini teman lama, karena
kita bertemu hanya sekali ini saja.”
“Mengapa
Mas bicara seperti itu? Bukankah sekarang dunia seakan sempit? Jarak bisa
dipangkas oleh waktu Mas”
“Mbak
pantas bicara seperti itu. Tapi perasaan tidak bisa diabaikan.”
“Maksudnya?”
“Dari
awal saya duduk di sini. Saya sudah terkesan melihat mbak. Saya terkesan dengan
wewangian yang mbak kenakan. Saya terkesan dengan dua mata indah di bawah alis
tebal. Saya terkesan dengan wajah mbak yang merona.”
“eem…
lalu,,?”
“Justru
itu,, saya tidak ingin berkenalan.” Pemuda itu kemudian menghadap ke arah lain.
Tapi syahdu mengulurkan tangan mengajak salaman sembari menyebutkan namanya “Syahdu”.
Pemuda itu tersenyum sambil melambaikan tangan karena tidak mau salaman. Hanya mengangkat
topinya sebentar tanda menerima perkenalan.
“Namamu
siapa?” Tanya Syahdu.
“Kalau
kita saling kenal lalu kita tidak akan bertemu lagi, itu hanya akan menyisakan
bayangan.”
“Mengapa
kita tidak berusaha untuk mengenal. Lalu berusaha untuk bertemu?”
“Karena
pertemuan pertama akan menyisakan rasa penasaran. Dan pertemuan kedua akan
menyisakan rasa rindu. Dan saya tidak mau merindu.”
“Maksudnya?”
hening sejenak.
“Biar
takdir yang mempertemukan kita. saya akan mengingat wajah mbak… Kalaupun mbak
tidak ingat wajah saya, yang penting saya mengingat nama, SYAHDU.”
“Semoga
kita bisa bertemu lagi.”
“Semoga
Allah memberikan yang terbaik buat kita.”
“Maksudnya?”
syahdu mulai penasaran. Tapi kereta keburu datang. saat syahdu menoleh ke arah kereta.
Pemuda itupun pergi. Syahdu tidak tahu kemana. Tiba-tiba pemuda itu hilang. Hanya
buku catatan sang pemuda itu yang tertinggal di bangku taman. Lalu syahdu
mengambilnya. Membawanya naik kereta. Membukanya. Membaca sebuah puisi manis
yang singkat.
Aku
tidak menyesali perpisahan karena
Pertemuan
kita sebuah ketidaksengajaan
Waktu
berputar tak akan pernah berhenti
Arah
menunjuk kemana hati mencari
Jika
nasib sakti bertitah
Tak
ada halangan untuk menyapa kembali
(jaga kesehatanmu, Mimi... istirahat yang cukup )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar