Resensi Novel
Judul Buku : Selalu Ada Kapal
untuk Pulang
Pengarang : Randu Alamsyah
Editor : Muhajjah
Tebal : 272 halaman
Cetakan : 1, April 2013
Penerbit : Diva Press
Poy dan Apin, dua sahabat dari desa Mananggu
yang terletak dua ratus kilometer dari pusat Kota Gorontalo.Mereka
merantau ke Kota Gorontalo untuk kuliah di Sekolah Tinggi Islam demi mewujudkan
cita-cita mereka menjadi guru. Setelah menjadi mahasiswa, Apin aktif dalam
sebuah organisasi kampus yang senang mengadakan demo. Sedangkan Poy, sulit
beradaptasi dengan kehidupan kampus yang tidak mencerahkan baginya. Ospek,
demo, dan dosen-dosen yang tidak berkualitas membuat Poy merasa lelah.
Suatu hari, ketika kuliah diliburkan selama sepekan dan Apin pulang
ke Mananggu, Poy menemani Mud, salah satu teman kuliahnya yang sedang sakit,
pergi ke Luwuk, Banggai (Sulawesi Tengah). Di sana, Poy mengenal para usradz
yang bekerja di sebuah pesantren bagi anak-anak miskin. Perkenalannya dengan
mereka membuka kehidupan baru bagi Poy. Ia mendapat tawaran untuk mengajar
agama dan bahasa Arab di pesantren. Khusus untuk bahasa Arab, memang tidak ada
guru yang mengajar. Bahkan, salah satu ustadz yaitu Yazuri yang mengajar bahasa
Inggris dan dijuluki Ustadz Hebat, tidak mengetahui bahasa Arab kecuali bismillaahir rahmaanir rahiim.
Akhirnya, Poy tidak kembali ke Gorontalo, menjadi guru di pesantren
dan menyandang nama Ustadz Poy. Sayangnya, setelah cita-cita sederhananya
tercapai tanpa perlu harus lulus kuliah, Poy tidak otomatis mendapatkan
ketenangan dan merasa bahagia. Poy berhadapan dengan realitas bahwa sebenarnya
pesantren itu didirikan hanya untuk mendapatkan keuntungan dengan mendidik
anak-anak miskin. Semua sumbangan sembako yang ditujukan bagi anak-anak miskin
itu dijual lagi untuk kepentingan pribadi Ustadz Syamsu, pendiri pesantren.
Seharusnya Poy menyadari sejak awal saat ia terkejut di pesanten itu tidak
memiliki pelajaran agama dan bahasa Arab.
Delapan tahun kemudian, sementara Poy terlunta-lunta di Banggai,
sahabatnya Apin yang dulunya aktivis pergerakan kampus telah menjadi anggota
dewan Kabupaten Pemekaran Boalemo di Gorontalo. Apin bukan lagi pemuda miskin
dari Mananggu karena ia sedang menikmati kemakmuran hidup karena pekerjaannya.
Selama delapan tahun, mereka tidak pernah berhubungan. Poy tidak
pernah mengirimkan kabar ke Gorontalo. Akhirnya, Apin memutuskan untuk mencari
Poy dengan maksud membawanya pulang kampung. Pencarian yang dilakukan dengan
menapaktilasi jejak Poy memberikannya pemahaman bahwa sesungguhnya kehidupan
mereka telah sangat berjarak. Perbedaan pandangan, tanpa disadari, telah
membentuk kehidupan mereka secara bertolak belakang. Tidak mudah bagi Apin
untuk bisa membawa Poy kembali ke Gorontalo walaupun Poy masih memiliki
orangtua yang sedang menunggu-nunggu kepulangannya.
Apin merasa, sebenarnya ia dan Poy jatuh pada
ceruk sistem yang sama. Yang menjadikan perbedaan hanyalah Poy bangkit dan
memilih jalan sunyi; berjuang tanpa penghargaan, tanpa publikasi, bahkan tanpa
imbalan. Sedangkan, ia dan teman-temannya adalah anak-anak kecil yang tak
pernah dewasa dengan tak henti-hentinya skeptis pada negeri ini. Hanya bisa
bekerja dengan bantuan tertentu: donor dana dan aliran-aliran gelap lewat
rekening para pejabat oposan. (hlm. 258-259).
Selalu Ada Kapal
untuk Pulang adalah novel kedua Randu Alamsyah yang
telah diterbitkan. Sebelumnya, novelnya yang berjudul Jazirah Cinta diterbitkan
oleh Penerbit Zaman (2008). Judul yang indah jelas mampu memprovokasi saya
untuk bisa mendapatkan kesempatan membaca novel ini. Dan begitu kesempatannya
datang, saya merasa puas bisa membaca novel ini. Pada bagian-bagian awal, saya
memang terpaksa menurunkan ekspektasi untuk bisa mendapatkan kisah yang menarik
perhatian dalam novel ini. Tapi setelah Poy meninggalkan Gorontalo dan pergi ke
Banggai, saya mulai mengendus adanya kisah yang akan membuat saya bisa
menamatkan novel ini tanpa tersendat. Dan terbukti, setelah itu saya memang
sangat menikmati sisa novel ini.
Randu Alamsyah seorang pengarang kelahiran Manado, Sulawesi Utara
dengan cara berkisahnya yang mudah dicerna mampu menyajikan kisah yang sangat
mengharukan dan menghangatkan hati. Persahabatan, perjuangan hidup, dedikasi
yang tulus dan tanpa pamrih terhadap pekerjaan, dan juga cinta merupakan
hal-hal yang bisa kita petik dalam novel ini. Semua elemen ini berpadu dengan
cara mengesankan dalam karakter Poy yang bersahaja.
Mungkin profesi guru saat ini telah banyak mengalami distorsi. Tapi
Poy mengindikasikan keindahan pengabdian terhadap anak-anak yang diajarnya
tanpa terkesan klise.
Aku merasakan kebahagiaan luar biasa sejak
mengajar. Betapa indahnya melihat anak-anak yang kuajar tumbuh dan mengerti
ilmu yang kuajarkan. Bertahun-tahun, aku bertahan hidup di sini. Tidak ada
lembaga yang menggaji. Aku tidak pernah punya uang selain untuk membeli kopi
dan sabun untuk mandi.... (hlm. 256).
Tapi, aku tidak bisa lari, kan? Dengan
hinaan-hinaan yang diberikan kepadaku, aku tidak bisa menyerah, kan? Karena aku
tahu, jika menyerah maka aku kalah. Tidak ada lagi yang sudi mengisi pekerjaan
sepertiku, mengajari mereka membaca al-Quran dan ilmu agama.... (hlm. 257).
Sayangnya saya tidak rela saat Randu melakukannya, prinsip hidup yang
dibangun dengan penuh keluhuran budi itu ditumbangkan oleh nada-nada klasik
bernama Cinta. Cintalah yang menyebabkan Poy terkatung-katung di tempat yang
disebutkan dalam bab 25 (Akhir Kisah). Tapi, untunglah, di sana Randu
menggambarkan, pada akhirnya Poy bisa menyimpulkan ujung dari pengembaraannya.
Dari jauh, sebuah titik bergerak ke arahnya.
Selalu ada harapan. Selalu ada kapal untuk pulang. Lengkingan sirine kapal
menyayat sunyinya senja. Poy merapatkan jaketnya dan melangkah. Tanpa air mata
(hlm. 270)
Di bab terakhir novel ini, ada pengungkapan tidak terduga dalam surat
yang dikirimkan Apin kepada Poy. Sepertinya dengan pengungkapan ini Randu
hendak menandaskan bahwa selalu ada konsekuensi dari setiap jalan hidup yang
kita pilih dan tempuh.
Saya rekomendasikan Selalu Ada Kapal untuk Pulang kepada pembaca
karya fiksi yang percaya bahwa integritas berada di atas segala-galanya dalam
hidup ini.Didalam novel ini mengandung nilai kehidupan yang baik sekali yang
dapat digunakan sebagai suatu tataran hidup kita kedepan.Saat awal membaca
novel ini rasanya mata ini tidak mau ketinggalan kata per kata yang ada
didalamnya karena sang pencipta menggunakan kata bahasa yang sangat baik dan
mudah diresapi.Saat mengawali membacanya pasti rasanya ingin cepat-cepat
menyelesaikan novel ini dan merasa waktu aja gak rela kebuang selain membaca
novel ini.Makna-makna yang terkandung didalamnya dapat menjadi pengetahuan dan
instrospeksi diri kita bahwa dalam kehidupan ini penuh dengan lika-liku.Saya
menyarankan untuk tidak melewatkan novel yang satu ini dan membaca serta
meresapinya jika anda mengaku sebagai pecinta novel sejati.
Selamat mencoba!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar